Ismail Tampak Menikmati Perannya Sebagai Pengusaha Muda Demi Membiayai Kegiatan di HMI Di zaman sekarang, tidak ada yang gratis. Sem...
Ismail Tampak Menikmati Perannya Sebagai Pengusaha Muda Demi Membiayai Kegiatan di HMI
Di
zaman sekarang, tidak ada yang gratis. Semua harus dibeli dengan uang. Untuk
memenuhi kebubtuhan dan meringankan beban orang tua, seorang anak harus bisa
menghasikan uang dengan usahanya sendiri. Karena itu pemuda yang bernama
Muhammad Ismail Lutfi ini bertekad untuk membuka usaha sendiri.
Berawal
dari keinginan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan, Pemuda yang
akrab dipanggil Ismail memilih Monash Institute untuk menjadi tempat tinggal
selama kuliah. Pemuda yang berasal dari Jepara itu mengambil prodi Komunikasi
Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri
Walisongo Semarang.
Disamping
untuk menjadi tempat tinggal selama kuliah, Monash Institute adalah lembaga
perkaderan untuk menjadi generasi penerus bangsa. Berbeda dengan kosan, tidak
ada agenda tambahan untuk menambah ilmu setelah pulang kuliah. Disana tidak
hanya menghafal atau mengkaji al-quran saja, tetapi Ismail bisa mengikuti
organisasi dan berwirausaha.
Sebagai
mahasiswa, untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan diluar kampus, pemuda
yang berbadan tinggi ini mengikuti organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
korkom walisongo semarang. Ismail memilih HMI karena organisasi ini tidak
mengatasnamakan NU dan Muhammadiyah, tetapi bernafaskan islam, dan tidak
memperselisihkan perbedaan diantara sesama ormas islam.
Sebagai
kader HMI yang haus akan ilmu dan pengalaman, menuntun Ismail untuk melahap
semua jenjang perkaderan yang ada di HMI. Mulai dari LK 1, LK 2, LK 3 dan
Senior Course. Alhasil, karena kemapanan keilmuan dan pengalaman, Mahasiswa
Fakultas Dakwah dan Komunikasi ini didaulat sebagai ketua umum HMI korkom
Walisongo.
Dengan
adanya dorongan dan bantuan dari Walayatul Faqih Monash Institute Semarang
untuk berwirausaha, akhirnya Pria yang berasal dari Jepara itu menginginkan
usaha laundry dan semakin kuat cita-citanya untuk menjadi pengusaha. Meskipun
hanya seorang pengusaha laundry, membuatnya merasakan rasanya menjadi
pengusaha. Usaha laundry ini adalah titik awal untuk menjadi pengusaha yang
sukses.
Setelah
peralatan laundry sudah ada, Aktivis HMI itu membuat spanduk dan Pampflet untuk
mempublikasikan usaha laundry dengan nama “Cahaya Laundry”. Pemuda itu
menawarkan usaha laundry dengan harga relatif murah dintaranya menerima harga
perkilo yaitu cuci basah Rp.2.000, cuci kering Rp.2.500, cuci setrika Rp.
3.500, cuci selimut Rp. 5.000 dan setrika Rp. 2.000.
Dalam
perjalanan usaha laundry, adakalanya mengalami keluh kesah dalam pelaksanaanya.
Terkadang ada cucian kotor yang belum dicuci selama dua minggu. Kadang juga
listrik padam yang membuat cucian banyak yang menumpuk. Masalah tersebut tidak
membuat Ismail menyerah begitu saja, tetapi dengan masalah itu menimbulkan
semangat yang lebih besar.
“Maka
sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan
ada dua kemudahan”, ujarnya yang mengutip dari Qs.Al-Insyirah:5-6. Kata
kemudahan dalam ayat itu terdapat dua kali, artinya dalam kesulitan ada dua
kemudahan. Ayat tersebut membuat Ismail yakin bahwa dalam suatu masalah pasti
ada jalan keluarnya.
Seiring
berjalannya waktu, Pemuda dari Jepara ini mengalami keuntungan maupun kerugian
dalam perkembangan usaha laundrinya. Berkat kerja keras dan kegigihannya,
akhirnya Pendapatannya terus meningkat sampai saat ini. Sekarang Pengusaha
laundry itu sudah mempunyai karyawan untuk membantu wirausahanya.
Sebagai
ketua HMI Korkom Walisongo, hasil usaha laundry itu digunakan untuk kepentingan
organisasinya. Ismail menginginkan adanya kerjasama dan tolong menolong
diantara sesama anggota untuk mencapai tujuan bersama demi tercapainya visi
misi sorganisasi tersebut. (Aditia Firmansyah)
Sumber: Militan.co

COMMENTS